Sumber foto |
Hidup itu
ternyata hanyalah fatamorgana dipadang pasir yang tandus. Saat seseorang mulai
putus asa, terlihat sesuatu keindahan untuk melepas dahaga panjang tetapi itu
hanya ilusi perpaduan panas yang memantul dari matahari dan uap-uap pasir,
dahaga itu tetap ada.
Saat aku
berada ditengah-tengah keputusan untuk menentukan jalan hidupku, batas antara
moralitas dan nafsu mulai bias, tidak terlihat dan semu. Kemiskinan menjadi
pembenaran untuk ku.
Email dari pelanggan
setia ku tertulis dengan singkat padat dan jelas disertai dengan foto “ Habisi
tanpa rasa sakit” isi email tersebut. Ku pandangi lampiran foto itu, “ Gadis malang, engkau
terlahir cantik tetapi mengapa ada orang yang membencimu.” Ujarku dalam hati “
ah sudahlah, bukan urusanku.” Aku tidak
mengenal siapa pelangganku itu, tak perlu ku tahu, itulah komitmen dalam bisnis
ini.
Setelah verifikasi
pembayaran, aku segera membuat skema eksekusi dengan detail. Tibalah hari
eksekusi. Pukul 22.00, aku sudah berada
di loteng rumah gadis itu, baru ku tahu, ternyata dia tidak sendiri, dia
tinggal dengan seorang bapak yang sudah renta dan tak mampu menggerakan seluruh
anggota tubuhnya, ku perhatikan nampaknya itu adalah ayahnya, begitu dia
memanggilnya. Setelah selesai dengan urusan orang tua yang tak berdaya itu,
gadis itu pun tertidur tepat disebelah orang
yang hanya mampu berkedip itu. Jam 24.00 adalah waktu yang tepat pikir ku,
gadis itu pasti sudah akan pulas sekali.
Pukul 23.56
oh tidak, aku melihat dia terbangun, merapihkan selimut ayahnya dan keluar dari
kamar, 5 menit kemudian dia masuk, menggelar sajadah dan memakai mukena. Aku
bisa saja membunuhnya sekarang, namun ku-urungkan niat, nanti saja setelah selesai
ibadahnya. Selesai salam dia membuka lembaran – lembaran kitab didepanya dan
segera membacakan ayat-ayat suci tersebut. Itu Surat Ar-Rahman, aku tak asing
dengan surat itu, Ibu-ku sering membacanya sewaktu aku kecil. Suaranya lembut dan
sangat indah, aku tidak boleh lemah, sekarang saatnya!.
Aku segera
turun dengan cepat tanpa suara, berjalan perlahan kearahnya diiringi dengan
lantunan merdu. Aku sudah berada tepat dibelakangnya, dan tepat saat itu juga
dia berhenti membaca, lalu “ Apakah kau akan membunuh-ku ? “ dia tiba-tiba
bertanya. Aku berusaha menutup kebingungan, kegelisahan dan kepanikan ku “ Iya “
aku menjawabnya. “ Apa yang dapat menghentikan mu membunuhku ?” dia kembali
bertanya, “ Tidak ada, aku sudah berkomitmen.” Ujarku.
Aku menarik
kepalanya hingga mendongak keatas, kubiarkan dirinya mengucap Syahadat segera
ku sayat urat nadi lehernya agar dia tidak merasakan sakit, darah nya mengenai ayahnya yang masih terlelap. Gadis itu tidak berontak dan tidak kejang, tenang lalu terjatuh dalam keadaan bersujud.
Sepasang mata yang melihat ku membunuhnya kita telah ku tikam tepat
dijantungnya, aku tidak pernah meninggalkan saksi hidup. Telah selesai tugasku,
tetapi aku hanya diam dan tak dapat beranjak dari mereka.
Aku
berlutut dan menangis, darah yang mengalir dari tubuh gadis itu mengeluarkan
aroma yang aneh dan wangi. Gadis itu membuatku hidup…
Ku
ceritakan secara detail kejadian 3 bulan lalu dipengadilan kemarin, termasuk 12
kasus pembunuhan lainya. Kini hidupku tinggal beberapa bulan saja, vonis mati
telah diputuskan untuk ku, namun inilah
hidup bagiku, bukan lagi fatamorgana.
2 comments:
lebih teliti lagi untuk penggunaan tanda baca ya...
ada di blog MFF, silakan ditengok
seperti membaca laporan, irfan. aku tak merasa 'terbawa' untuk memahami situasinya. selain itu belum ada unsur kejutannya.
lalu, dialog antara calon korban dengan si pembunuh rasanya absurd.si gadis sangat tenang, seolah didatangi seorang teman.
wajarnya, seorang gadis pasti akan panik jika ada orang asing tiba-tiba masuk ke dalam rumah. apalagi orang tersebut menyatakan akan membunuhnya. gadis itu akan menjerit, berlari, melemparkan barang dll dan bukannya malah berdialog.
Terus menulis ya, Irfan.
Salam. :)
Post a Comment