Selamat Datang Sahabat, Semoga bermanfaat apa yang ada di sini....

Tuesday, December 9, 2008

Semoga Kita mendapat hikmah dari Kisah di bawah ini.
Diambil dari Milis Hard rock, catatan Andi Noya.



Kaca Spion (Catatan Andy Noya (kick Andi))..


Sejak bekerja saya tidak pernah lagi berkunjung ke Perpustakaan Soemantri
Brodjonegoro di Jalan Rasuna Said, Jakarta.

Tapi, suatu hari ada kerinduan dan dorongan yang luar biasa untuk ke
sana . Bukan untuk baca buku, melainkan makan gado-gado di luar pagar
perpustakaan. Gado-gado yang dulu selalu membuat saya ngiler. Namun baru dua tiga suap, saya merasa gado-gado yang masuk ke mulut jauh dari bayangan masa lalu. Bumbu kacang yang dulu ingin saya jilat sampai piringnya mengkilap, kini rasanya amburadul. Padahal ini gado-gado yang saya makan dulu. Kain penutup hitamnya sama. Penjualnya juga masih sama. Tapi mengapa rasanya jauh berbeda? malamnya, soal gado-gado itu saya ceritakan kepada istri. Bukan soal rasanya yang mengecewakan, tetapi ada hal lain yang membuat saya gundah.

Sewaktu kuliah, hampir setiap siang, sebelum ke kampus saya selalu mampir ke perpustakaan Soemantri Brodjonegoro. Ini tempat favorit saya. Selain karena harus menyalin bahan-bahan pelajaran dari buku-buku wajib yang tidak mampu saya beli, berada di antara ratusan buku membuat saya merasa begitu bahagia. Biasanya satu sampai dua jam saya di sana . Jika masih ada waktu, saya melahap buku-buku yang saya minati. Bau harum buku, terutama buku baru, sungguh membuat pikiran terang dan hati riang. Sebelum meninggalkan perpustakaan, biasanya saya singgah di gerobak gado-gado di sudut jalan, di luar pagar. Kain penutupnya khas, warna hitam. Menurut saya, waktu itu, inilah gado-gado paling enak seantero Jakarta . Harganya Rp 500 sepiring sudah termasuk lontong. Makan sepiring tidak akan pernah puas. Kalau ada uang lebih, saya pasti nambah satu piring lagi. Tahun berganti tahun. Drop out dari kuliah, saya bekerja di Majalah TEMPO sebagai reporter buku Apa dan Siapa Orang
Indonesia . Kemudian pindah menjadi reporter di Harian Bisnis Indonesia . Setelah itu menjadi redaktur di Majalah MATRA. Karir sayaterus meningkat hingga menjadi pemimpin redaksi di Harian Media Indonesia dan Metro TV.

Sampai suatu hari, kerinduan itu datang. Saya rindu makan gado-gado di sudut jalan itu. Tetapi ketika rasa gado-gado berubah drastis, saya menjadi gundah. Kegundahan yang aneh. Kepada istri saya utarakan kegundahan tersebut. Saya risau saya sudah berubah dan tidak lagi menjadi diri saya sendiri. Padahal sejak kecil saya berjanji jika suatu hari kelak saya punya penghasilan yang cukup, punya mobil sendiri, dan punya rumah sendiri, saya tidak ingin berubah. Saya tidak ingin menjadi sombong karenanya.

Hal itu berkaitan dengan pengalaman masa kecil saya di Surabaya . Sejak kecil saya benci orang kaya. Ada kejadian yang sangat membekas dan menjadi trauma masa kecil saya. Waktu itu umur saya sembilan tahun. Saya bersama seorang teman berboncengan sepeda hendak bermain bola. Sepeda milik teman yang saya kemudikan menyerempet sebuah mobil. Kaca spion mobil itu patah.

Begitu takutnya, bak kesetanan saya berlari pulang. Jarak 10 kilometer saya tempuh tanpa berhenti. Hampir pingsan rasanya. Sesampai di rumah saya langsung bersembunyi di bawah kolong tempat tidur. Upaya yang sebenarnya sia-sia. Sebab waktu itu kami hanya tinggal di sebuah garasi mobil, di Jalan Prapanca. Garasi mobil itu oleh pemiliknya disulap menjadi
kamar untuk disewakan kepada kami. Dengan ukuran kamar yang cuma enam kali empat meter, tidak akan sulit menemukan saya. Apalagi tempat tidur di mana saya bersembunyi adalah satu-satunya tempat tidur di ruangan itu. Tak lama kemudian, saya mendengar keributan di luar. Rupanya sang pemilik mobil datang. dengan suara keras dia marah-marah dan mengancam ibu saya. Intinya dia meminta ganti rugi atas kerusakan mobilnya.

Pria itu, yang cuma saya kenali dari suaranya yang keras dan tidak bersahabat, akhirnya pergi setelah ibu berjanji akan mengganti kaca spion mobilnya. Saya ingat harga kaca spion itu Rp 2.000. Tapi uang senilai itu, pada tahun 1970, sangat besar. Terutama bagi ibu yang mengandalkan penghasilan dari menjahit baju. Sebagai gambaran, ongkos menjahit baju
waktu itu Rp 1.000 per potong. Satu baju memakan waktu dua minggu. Dalam sebulan, order jahitan tidak menentu. Kadang sebulan ada tiga, tapi lebih sering cuma satu. Dengan penghasilan dari menjahit itulah kami -ibu, dua kakak, dan saya - harus bisa bertahan hidup sebulan.

Setiap bulan ibu harus mengangsur ganti rugi kaca spion tersebut. Setiap akhir bulan sang pemilik mobil, atau utusannya, datang untuk mengambil uang. Begitu berbulan-bulan. Saya lupa berapa lama ibu harus menyisihkan uang untuk itu. Tetapi rasanya tidak ada habis-habisnya. Setiap akhir bulan, saat orang itu datang untuk mengambil uang, saya selalu ketakutan. Di
mata saya dia begitu jahat. Bukankah dia kaya? Apalah artinya kaca spion mobil baginya? Tidakah dia berbelas kasihan melihat kondisi ibu dan kami yang hanya menumpang di sebuah garasi?

Saya tidak habis mengerti betapa teganya dia. Apalagi jika melihat wajah ibu juga gelisah menjelang saat-saat pembayaran tiba. Saya benci pemilik mobil itu. Saya benci orang-orang yang naik mobil mahal. Saya benci orang kaya.

Untuk menyalurkan kebencian itu, sering saya mengempeskan ban mobil-mobil mewah. Bahkan anak-anak orang kaya menjadi sasaran saya. Jika musim layangan, saya main ke kompleks perumahan orang-orang kaya. Saya menawarkan jasa menjadi tukang gulung benang gelasan ketika mereka adu layangan. Pada saat mereka sedang asyik, diam-diam benangnya saya putus dan gulungan benang gelasannya saya bawa lari. Begitu berkali-kali. Setiap berhasil melakukannya, saya puas. Ada dendam yang terbalaskan. Sampai remaja perasaan itu masih ada. Saya muak melihat orang-orang kaya di dalam mobil mewah. Saya merasa semua orang yang naik mobil mahal jahat. Mereka orang-orang yang tidak punya belas kasihan. Mereka tidak punya hati nurani.

Nah, ketika sudah bekerja dan rindu pada gado-gado yang dulu semasa kuliah begitu lezat, saya dihadapkan pada kenyataan rasa gado-gado itu tidak enak di lidah. Saya gundah. Jangan-jangan sayalah yang sudah berubah. Hal yang sangat saya takuti. Kegundahan itu saya utarakan kepada istri. Dia hanya tertawa. ''Andy Noya, kamu tidak usah merasa bersalah. Kalau gado-gado
langgananmu dulu tidak lagi nikmat, itu karena sekarang kamu sudah pernah merasakan berbagai jenis makanan. Dulu mungkin kamu hanya bisa makan gado-gado di pinggir jalan. Sekarang, apalagi sebagai wartawan, kamu punya kesempatan mencoba makanan yang enak-enak. Citarasamu sudah meningkat,'' ujarnya. Ketika dia melihat saya tetap gundah, istri saya mencoba meyakinkan, "Kamu berhak untuk itu. Sebab kamu sudah bekerja keras." Tidak mudah untuk untuk menghilangkan perasaan bersalah itu. Sama sulitnya dengan meyakinkan diri saya waktu itu bahwa tidak semua
orang kaya itu jahat.

Dengan karir yang terus meningkat dan gaji yang saya terima, ada ketakutan saya akan berubah. Saya takut perasaan saya tidak lagi sensisitif. Itulah kegundahan hati saya setelah makan gado-gado yang berubah rasa. Saya takut bukan rasa gado-gado yang berubah, tetapi sayalah yang berubah. Berubah menjadi sombong.

Ketakutan itu memang sangat kuat. Saya tidak ingin menjadi tidak sensitif. Saya tidak
ingin menjadi seperti pemilik mobil yang kaca spionnya saya tabrak. Kesadaran semacam itu selalu saya tanamkan dalam hati. Walau dalam kehidupan sehari-hari sering menghadapi ujian. Salah satunya ketika mobil saya ditabrak sepeda motor dari belakang. Penumpang dan orang yang dibonceng terjerembab. Pada siang terik, ketika jalanan macet, ditabrak dari belakang, sungguh ujian yang berat untuk tidak marah. Rasanya ingin melompat dan mendamprat pemilik motor yang menabrak saya. Namun, saya terkejut ketika menyadari yang dibonceng adalah seorang ibu tua dengan kebaya lusuh. Pengemudi motor adalah anaknya. Mereka berdua pucat pasi. Selain karena terjatuh, tentu karena melihat mobil saya penyok. Hanya dalam sekian detik
bayangan masa kecil saya melintas. Wajah pucat itu serupa dengan wajah saya ketika menabrak kaca spion.

Wajah yang merefleksikan ketakutan akan akibat yang harus mereka tanggung.Sang ibu, yang
lecet-lecet di lutut dan sikunya, berkali-kali meminta maaf atas keteledoran anaknya. Dengan mengabaikan lukanya, dia berusaha meluluhkan hati saya. Setidaknya agar saya tidak menuntut ganti rugi. Sementara sang anak terpaku membisu. Pucat pasi. Hati yang panas segera luluh. Saya tidak ingin mengulang apa yang pernah terjadi pada saya. Saya tidak boleh membiarkan benih kebencian lahir siang itu. Apalah artinya mobil yang penyok berbanding beban yang harus mereka pikul. Maka saya bersyukur. Bersyukur pernah berada di posisi mereka. Dengan begitu saya bisa merasakan apa yang mereka rasakan. Setidaknya siang itu saya tidak ingin lahir sebuah benih kebencian. Kebencian seperti yang pernah saya rasakan dulu. Kebencian yang lahir dari pengalaman hidup yang pahit.

Refleksi:
Mengapa harus sombong dengan kekayaan yang kita miliki, karena kekayaan
tiada berguna sama sekali,lebih baik menghidupkan lagi rasa toleransi yang ada pada diri untuk kehidupan masyarakat yang lebih baik.

Wednesday, December 3, 2008

SAYA ORANG YANG DIRUMAHKAN!!!!!

pagi ini December 3 2008 saya berangkat jam 7.00 Am, Wah kesiangan nich, tapi memang sengaja saya berangkat jam segitu karena tidak langsung ke kantor, Bayangin aja Bogor - Cempaka mas berangkat jam 7.00, weks mau sampe jam berapa dikantor, Saya ingin mampir dulu ke China Embassy untuk menjemput Visa client.

Ayah berangkat yach Bun... Langsung ku pacu sepeda motorku menelurusi liuk - liuknya Jl raya Pemda Bogor, lewat jalan tembus menuju KSU tikungan demi tikungan terlewati dengan gaya Rossi, hmmm tikungan selalu menarik untuk di lalui I love This Road.....

masuk ke Kota Bunga Depok kasih sign Kiri ( Klo mau Belok yach Kasih tanda Biar orang belakang tetep nyaman ) yach tibalah di tikungan terakhir sebelum keluar dari kota kembang setelah melewati tikungan saya melihat seorang dengan tongkat kayu sedang berdiri termenung tidak berkedip ditengah jalan pula, Ups kasian ach orang buta ( pikir saya ) mau nyebrang kali, saya injak rem motor butut saya lalu cabut kunci langsung menuju orang tersebut.

" Pagi pak " sapa saya pada orang tersebut " maaf Bapak mau Menyebrang ???, Ayo pak mari"
namun seraya orang yang kaget karena tersadar akan adanya suara saya orang tersebut melihat tajam kearah saya ( wah ini sich Bukan orang buta hehehe Malu dech gw ) orang tersebut berkata " SAYA ORANG SINI, SAYA ORANG YANG DIRUMAHKAN!!! SAYA ORANG SINI BUKAN ORANG BUTA " entah karena kesal dengan saya karena menganggap beliau buta atau karena uneg2 dihatinya, kemudian Orang itu melunakkan suaranya dan berkata " Saya menyimpan omongan dimulut saya " saya menjawab " ada apa Pak, Bapak nampak sedang Bengong dan berbahaya karena di tengah Jalan, Ayo kita nyebrang Dulu...."
sambil saya tarik tangan kirinya.

disela - sela penyebrangan keluar suara dari mulut beliau " saya diPHK, saya bingung, saya sudah kerja puluhan tahun di perusahaan itu tetapi saya kena PHK juga, Anak saya masih sekolah semua " Oh Tuhan jantung ini berdebar ingin berbuat sesuatu namun tidak bisa.... Sampai di pinggir jalan saya keluarkan dompet dan saya ulurkan satu - satunya uang di dompet saya kepadanya, tetapi apa yang terjadi sungguh diluar dugaan saya Lelaki yang belum terlalu tua namun kelihatan kerut - kerut perjuangan hidup di mukanya itu menolak uang saya ( Hari gini bro masih ada yang nolak 50ribuan???? ) sungguh manusia super yang ada di hadapan saya ini..... beliau berkata " saya tidak Butuh Itu Dek, Saya butuh Kerjaan!!!" Pak saya ingin membantu Bapak namun ditempat saya bekerja belum ada lowongan" saya menjawab... Hmmmm " Pak, bapak Sudah Sarapan? saya dibawakan bekal pak oleh istri saya lumayan banyak nasinya kita sarapan bersama yach pak" saya berlari menuju motor saya ambil tempat makanan yang dibuatkan istri lalu kembali kepadanya dan kami mencari tempat yang agak nyaman ketemu sebuah warung yang tidak jauh dari lokasi, saya pesan teh botl 2 dan membuka tempat makan tersebut hmmm... saya bagi dua nasi dan lauknya " mari pak Kita makan bersama semoga makanan yang sederhana ini dapat menjadienergi untuk bapak mencari pekerjaan lagi nanti" tibalah waktu makan hehehe sambil makan kita banyak berbicara tentang anak - anaknya beliau, tentang pengalaman beliau tentang keluarga saya dan guyon - guyon yang membuat suasana cair, sampai beliau berbicara " terima kasih ya dech masih ada orang yang melihat 'orang kecil' seperti saya " tessssss malu rasanya hati ini, sedih rasanya jiwa ini sekejam itu kah dunia???? Saya jawab " Ach Tidak Pak, bapak sungguh 'tidak Kecil' bapak Sehat, Punya tangan, punya kaki, fisik masih kuat, punya Otak untuk berfikir, punya hati untuk bertindak dan punya kekuatan untuk merubah sesuatu, manusia adalah konsep penciptaan yang paling baik Dari Tuhan... jangan menganggap kita kecil pak" jawab saya sambil menutup tempat makan yang telah kami pakai tadi, langsung ku ambil teh botol ku isap kesegaran tehnya serupuuut ach segar.... " de, Terima kasih yach atas bantuan, terima kasih atas makananya..." weks saya jawab, " pak saya yang harusnya terima kasih dari Bapak, bapak telah mengajarkan saya semangat baru, bapak telah memotivasi saya bahwa jika ingin mendapatkan uang tidak ada yang instan, Kerja dan berkarya yach itulah pelajaran yang saya dapatkan dari bapak...., Tuhan Sungguh hebat telah mempertemukan saya dengan Manusia Super seperti Bapak. " mendengar saya berbicara seperti itu saya melihat air matanya jatuh melewati rongga-rongga kulit di pipinya lalu belia Berkata " de, Sungguh suatu anugrah yang Tuhan kasih ke saya, Sungguh niatan saya tadi adalah Ingin membunuh diri,( kaget kagak Loech Bro )tadi saya merasa sudah tidak pantas lagi hidup, saya bingung mau kasih makan apa anak dan istri saya, Malu rasanya saya, tetapi sekarang saya mendapat pelajaran dari ade, saya masih punya diri saya untuk berusaha lebih maksimal lagi untuk mereka, tidak sepantasnya saya bersedih karena diPHK....."
Saya jawab " betul pak, Saya yakin bapak akan mendapatkan yang lebih baik dari sebelumnya...." setelah itu kami berpamitan untuk saling menyelesaikan urusan masing - masing. Tetapi saya Yakinkan sekali lagi bapak tersebut " PAk Saya ga mau liat di koran ada nama bapak yang bunuh diri " beliau menjawab " jangan beli korannya de, Saya tak akan bunuh diri :" Alhamdullilah..............

Saya lanjutkan perjalanan, Sungguh berarti Tuhan Kasih sama saya Hari ini......
sungguh dampak krisis Global telah kita rasakan bersama, pengangguran dimana - mana makin bertambah... apa yang kita bisa berbuat untuk mereka???? adakah keinginan untuk membantu mereka???? bagaimana caranya membantu mereka???

Mohon klo ada yang punya ide, inspirasi dan saran berikan comment di Blog saya.
http://rfandia.blogspot.com/
Yuk mari sama - sama kita cari solusi bagi mereka, mereka punya keahlian sebenernya tinggal wadahnya saja tidak ada, Saya punya planing untuk membuat semacam pelatihan Blogging untuk mereka, agar tentunya mereka dapat memasarkan produk - produk yang akan mereka karyakan, yach mudah - mudahan ilmu yang sedikit dapat membantu mereka.


Thanks

Games