Selamat Datang Sahabat, Semoga bermanfaat apa yang ada di sini....

Wednesday, April 16, 2014

Aida

“ Di kala hati resah
Sribu ragu datang memaksaku
Rindu semakin menyerang
Kalaulah aku dapat membaca pikiranmu
Dengan sayap pengharapanku
Ingin terbang jauh...”

Lantunan lagu dari Ipod ku semakin membawa lamunanku ke titik kerinduan terdalam kepadamu.
Resah, gelisah mulai merasuki diriku yang sedari tadi menunggu kehadiran mu dibawah sinaran bulan purnama yang indah.

Teringat saat bertemu dengan mu, aku tidak melihat lagi dimana temanku saat itu, hanya kita berdua saat engkau hadir tiba-tiba. Angin menyibakkan rambut yang menutup mata mu, di situ aku melihat tatapan matamu yang tajam namun tulus.

“ Ainal “ Kata ku sambil kujulurkan tangan ku tanda ingin berkenalan dengan mu.
“Aida” jawab kamu dengan singkat setelah tepat 7 menit aku menunggu dengan posisi seperti itu.

Engkau datang seperti candu bagiku. Moralitas, kemanusiaan dan religi melarang hubungan gelap kita. Namun aku tak pernah ragu sedikit pun untuk mencintaimu. Ada satu hal yang membuat aku selalu nyaman dengan mu. Kamu tidak pernah memaksakan aku untuk menjadi seperti yang kau inginkan, aku pun begitu, Sayang.
 Kita menjalani kisah ini dengan tulus, suci bagi kita. 
“Aku tak peduli apa kata orang. Aku sayang padamu, Aida” jawab ku ketika kamu bertanya soal hubungan kita. 

“ Ainal, kamu gila ? Kamu sudah tidak waras ? “  Andi setengah kaget ketika mendengar kisahku padamu. 
“ Kamu tidak mengerti Ndi, aku merasakan hidup saat berada di dekatnya, adrenalin jiwaku tumbuh setiap kali bertemu denganya. Bahkan saat – saat tertentu aku merasakan melayang jauh diatas awan seperti mempunyai sayap, menggapai indahnya bulan, Aku tak bisa lepas dari nya, Ndi.”  Jawab ku pasti  
" Satuhal yang tidak aku dapat dari orang-orang yang pernah menjadi pasangan ku Ndi, Ketulusan dan memahami perbedaan. Semua memaksaku untuk menjadi seperti yang mereka inginkan. aku tidak hidup" ujarku lagi.
Andi berpaling lalu bergegas melangkah “ Gila! “ katanya. 
Namun aku hanya tersenyum.

“Ainal” seperti biasa, kamu selalu mengagetkan aku dengan suara datarmu. 
“ Aida kenapa lama sekali ? “ aku bertanya.  
“ Aku harus pergi “ Jawab mu dengan datar. 
Aku mencoba mencerna, batas apa lagi yang dapat memisahkan kita. “ Maksud kamu ? “ Tanyaku, 
“ Aku harus melalui gerbang cahaya menuju dunia yang berbeda. Waktu ku telah habis!”  jawab mu terpatah-patah namun masih dengan suara yang datar “ 

Kamu berbalik badan tanpa memperdulikan aku, berjalan tanpa suara, melangkah tanpa jejak. 
“ Bagaimana cara untuk menjadi kamu, Aida?” Teriak ku padamu “ Tolong jelaskan kepadaku “ Teriak ku lagi “. Tetap tak ada jawaban dari mu. 
Aku hanya mendengar suara tawa khas mu “ Hi hi hi “.

Aku lunglai tak berdaya disini, hati ku hancur sudah, aku bukan aku tanpa kamu. Kamu kuntilanak terindah bagiku. Tak ada manusia yang seperti kamu. “ Tolong, Kembalilah Aida!” seruku dalam kegelapan malam.
 " Aku akan menjemput mu, Aida " Kulantangkan suaraku agar kau dengar sambil menggoreskan nadi ditangan kiriku. " Tiada lagi harapan " ujarku perlahan saat mata ini mulai tertutup dan melihat sesosok malaikat maut yang murka. 

Tuesday, April 8, 2014

Aku memilih "Tidak Memilih "

Aku Memilih " Tidak Memilih"

Angan ku melayang jauh, menerawang sejarah hidup ku 13 tahun yang lalu. Tahun 2001 bulan September aku menapak kan kakiku pertama kali diKampus STMT Trisakti.

Selesai Orientasi mahasiswa yang luar biasa, diriku tergugah. Orientasi tersebut begitu terkonsep tanpa kekerasan fisik namun mampu membuka matabatin "perubahan".

" Bang, Aku pecandu narkoba. Aku mau berubah bang, aku mau berhenti. Aku muak terus hidup dengan ketergantungan seperti ini." ujarku seraya memohon bantuanya untuk memberi jalan untuk ku. " Besok kau bawa pakaian kau, kau minta maaf sama orang tuakau dan minta izin sama mereka untuk kau tinggal dengan kami diPondok ini." beliau menjawab dengan logat Batak yang sangat kental, singkat jelas sembari lanjut memainkan gitar yang sudah usang dengan lagu perjuangan yang aku pun belum paham akan bait-baitnya.

Hari-hari berikutnya Abang itu bersama dengan abang serta kaka lainya banyak membina kami, kami tergabung dalam satu wadah perjuangan Kesatuan Aksi Mahasiswa Trisakti lebih dikenal dengan KAMTRI, sebuah garis keras perjuangan mahasiswa melawan ketidak-adilan, melawan kebusukan dan menolak reformasi yang hanya diisi oleh orang-orang baru dengan kelakuan yang sama seperti sebelumnya.

Kami semua dengan bimbingan abang itu, mencari dana, turun kejalan berjuang ditengah terik matahari, membicarakan kondisi negara, dekadensi moral dan sebagainya. Tetapi jangan harap kita bisa tinggalkan kuliah, jika kami mendapat IPK dibawah 2,75 siap-siap Gesper abang itu melayang kepundak kami. " Sakit bang" ujar ku ketika beliau tau IPK ku hanya 1, " Sakit mana sama orang tua kau!!!  " lagi logat batak itu keluar dari mulutnya.

Entahlah akan jadi apa aku jika 13 tahun lalu aku tidak bertemu denganya.

Saat ini Jim Lomen Sihombing telah mencalonkan diri sebagai Caleg Partai Gerindra No Urut 8, Dapil Sumut 2.. tuk DPR RI
. Andai saja beliau diDAPIL daerah tempat KTP ku diterbitkan, maka ini akan menjadi PEMILU ku yang pertama, sebelumnya aku tidak pernah memilih siapapun untuk Ibu Pertiwi.

Saya akan pilih beliau karena saya kenal siapa beliau, perjuangan yang konsisten dan kesederhanaan menjadi cirikhas dari beliau. Harta, tahta dan wanita tidak pernah menggoyahkan garis-garis yang dinormakan oleh beliau menjadi nilai-nilai perjuangan yang tak akan pernah luntur.

Ku doakan abang, demi cita-cita perubahan bangsa ini. Bangsa yang sudah jauh dari nilai-nilai Pancasila. Tetap semangat abang ku.

Fandi

Friday, March 21, 2014

Komitmen

Sumber foto
Hidup itu ternyata hanyalah fatamorgana dipadang pasir yang tandus. Saat seseorang mulai putus asa, terlihat sesuatu keindahan untuk melepas dahaga panjang tetapi itu hanya ilusi perpaduan panas yang memantul dari matahari dan uap-uap pasir, dahaga itu tetap ada.

Saat aku berada ditengah-tengah keputusan untuk menentukan jalan hidupku, batas antara moralitas dan nafsu mulai bias, tidak terlihat dan semu. Kemiskinan menjadi pembenaran untuk ku.  

Email dari pelanggan setia ku tertulis dengan singkat padat dan jelas disertai dengan foto “ Habisi tanpa rasa sakit” isi email tersebut. Ku pandangi  lampiran foto itu, “ Gadis malang, engkau terlahir cantik tetapi mengapa ada orang yang membencimu.” Ujarku dalam hati “ ah sudahlah, bukan urusanku.”  Aku tidak mengenal siapa pelangganku itu, tak perlu ku tahu, itulah komitmen dalam bisnis ini.

Setelah verifikasi pembayaran, aku segera membuat skema eksekusi dengan detail. Tibalah hari eksekusi. Pukul  22.00, aku sudah berada di loteng rumah gadis itu, baru ku tahu, ternyata dia tidak sendiri, dia tinggal dengan seorang bapak yang sudah renta dan tak mampu menggerakan seluruh anggota tubuhnya, ku perhatikan nampaknya itu adalah ayahnya, begitu dia memanggilnya. Setelah selesai dengan urusan orang tua yang tak berdaya itu, gadis itu pun tertidur tepat disebelah  orang yang hanya mampu berkedip itu. Jam 24.00 adalah waktu yang tepat pikir ku, gadis itu pasti sudah akan pulas sekali.

Pukul 23.56 oh tidak, aku melihat dia terbangun, merapihkan selimut ayahnya dan keluar dari kamar, 5 menit kemudian dia masuk, menggelar sajadah dan memakai mukena. Aku bisa saja membunuhnya sekarang, namun ku-urungkan niat, nanti saja setelah selesai ibadahnya. Selesai salam dia membuka lembaran – lembaran kitab didepanya dan segera membacakan ayat-ayat suci tersebut. Itu Surat Ar-Rahman, aku tak asing dengan surat itu, Ibu-ku sering membacanya sewaktu aku kecil. Suaranya lembut dan sangat indah, aku tidak boleh lemah, sekarang saatnya!.

Aku segera turun dengan cepat tanpa suara, berjalan perlahan kearahnya diiringi dengan lantunan merdu. Aku sudah berada tepat dibelakangnya, dan tepat saat itu juga dia berhenti membaca, lalu “ Apakah kau akan membunuh-ku ? “ dia tiba-tiba bertanya. Aku berusaha menutup kebingungan, kegelisahan dan kepanikan ku “ Iya “ aku menjawabnya. “ Apa yang dapat menghentikan mu membunuhku ?” dia kembali bertanya, “ Tidak ada, aku sudah berkomitmen.” Ujarku.

Aku menarik kepalanya hingga mendongak keatas, kubiarkan dirinya mengucap Syahadat segera ku sayat urat nadi lehernya agar dia tidak merasakan sakit, darah nya mengenai ayahnya yang masih terlelap. Gadis itu tidak berontak dan tidak kejang, tenang lalu terjatuh dalam keadaan bersujud. Sepasang mata yang melihat ku membunuhnya kita telah ku tikam tepat dijantungnya, aku tidak pernah meninggalkan saksi hidup. Telah selesai tugasku, tetapi aku hanya diam dan tak dapat beranjak dari mereka.

Aku berlutut dan menangis, darah yang mengalir dari tubuh gadis itu mengeluarkan aroma yang aneh dan wangi. Gadis itu membuatku hidup…


Ku ceritakan secara detail kejadian 3 bulan lalu dipengadilan kemarin, termasuk 12 kasus pembunuhan lainya. Kini hidupku tinggal beberapa bulan saja, vonis mati telah diputuskan untuk ku,  namun inilah hidup bagiku, bukan lagi fatamorgana. 

Games